Posted : 24 Mei 2010
Oleh : liburan.info
Dilihat 65,123 kali
Tags : Perak |Kotagede |Yogyakarta | Perhiasan | Aksesoris | Perajin Perak | Kerajinan Perak.
Ingin membeli souvenir perak di Yogyakarta, cobalah datang ke Kota Gede, kota kecil yang berjarak sekitar 10 kilometer sebelah tenggara Yogyakarta ini, banyak sekali terdapat rumah tangga yang menyandarkan kehidupannya dari kerajinan perak. Ketika Travel Club berkunjung ke daerah ini, sepanjang jalan masih berdiri tegar rumah-rumah tua peninggalan Belanda dan juga ada rumah perpaduan gaya Eropa dan tradisional Jawa.
Menurut Happy Sulistiawan, pemandu wisata di Yogyakarta, sebelum berkembang menjadi sentra kerajinan perak, Kota Gede merupakan ibu kota Kerajaan Mataram yang pertama, dengan raja pertama Panembahan Senopati. Panembahan Senopati menerima kawasan yang waktu itu masih berupa hutan yang sering disebut Alas Mentaok dari Sultan Pajang, Raja Kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kota Gede menjadi ibu kota hingga tahun 1640, karena raja ketiga Mataram Islam, Sultan Agung, memindahkannya ke Desa Kerto, Plered, Bantul.
Keberadaan perajin perak muncul searing dengan lahirnya Mataram, juga tak luput dari peran Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang masuk ke Yogyakarta sekitar abad ke-16 silam. Waktu itu, banyak pedagang VOC yang memesan alat-alat rumah tangga dari emas, perak, tembaga, dan kuningan ke penduduk setempat. "Ibu kota memang dipindah dari Kota Gede ke Plered, tapi itu tidak membuat para perajin ikut-ikutan pindah. Mereka yang biasanya melayani kebutuhan raja itu tetap mempertahankan dan menjalankan usahanya dengan menjualnya ke masyarakat umum," jelas Happy.
Dari pengaruh Kerajaan Mataram dan VOC inilah, maka rumah-rumah pada waktu itu bergaya campuran Jawa dan Eropa, atau juga disebut rumah Kalang. Keunikan Rumah Kalang ini adalah adanya perpaduan unsur Jawa dan Eropa, yaitu joglo yang dijadikan rumah induk terletak di bagian belakang dan di depan bangunan model Eropa.
Bangunan Eropa ini cenderung ke bentuk baroque, berikut corak Corinthian dan doriq. Sedang pada bangunan joglonya, khususnya pendopo sudah termodifikasi menjadi tertutup, tidak terbuka seperti pendopo joglo rumah Jawa. Pendopo Jawa umumnya terpisah dari bangunan utamanya, sedangkan yang ini menyatu.
Relief-relief dengan warna-warna hijau kuning, menunjukkan bukan lagi warna-warna Jawa lagi. Munculnya kaca-kaca warna-warni yang menjadi mosaik penghubung antar pilar-pilar, menunjukkan joglo ini memang sudah menerima sentuhan lain.
Rumah bergaya campuran Jawa dan Eropa ini yang sekarang menjadi milik keluarga Ansor terletak sekitar 300 meter di utara Pasar Gede. Sambil menikmati keindahan arsitektur masa lampau, wisatawan juga bisa membeli kerajinan perak yang diukir indah oleh tangan-tangan terampil serta menikmati santapan lezat di rumah keluarga Ansor yang telah dijadikan salah satu galeri perak terbesar Kota Gede serta sebuah restoran tanpa merubah bentuk asli rumah tersebut.
Ansor Silver adalah produsen kerajinan tangan perak yang sudah berdiri sejak tahun 1956. Berpusat di Kota Gede, yang terkenal sebagai sentra kerajinan perak, Ansor merupakan salah satu penghasil kerajinan perak terbesar di Jogja. Produknya meliputi perhiasan, miniatur, aksesoris dekorasi, peralatan makan, dll; semuanya terbuat dari perak murni dengan 800-925 karat. Produk tersebut dibuat oleh pengrajin-pengrajin yang berpengalaman dan memiliki cita rasa seni yang tinggi.
Pengunjung yang datang ke Ansor Silver bisa langsung menyaksikan proses pembuatannya. Mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Walaupun bengkelnya terlihat sederhana namun kualitas dan kemurnian peraknya tetap terjaga. Hal ini terbukti dengan kepercayaan wisatawan domestik maupun mancanegara yang membeli dari tempat ini. Ansor Silver juga menjadi rujukan para pemandu wisata dan travel agent kepada wisatawan yang menggunakan jasanya.
Prosesnya sendiri melalui tahapan-tahapan antara lain: perencanaan yakni menentukan apa yang akan dibuat. Lalu Persiapan, berupa penyediaan bahan baku dan peralatan kerja. Dilanjutkan Pencampuran, mencampur perak dengan logam lebih kuat. Setelah logam dan perak murni dilebur, proses ini disebut Peleburan. Ketika perak mencair dilanjutkan dengan proses pengecoran, memasukan cairan perak pada cetakan. Pada saat sudah mengeras lalu tahap selanjutnya merupakan pembentukan. Tahap akhir adalah proses penyelesaian atau disebut Finishing. Masing-masing dari tahapan tersebut dikontrol kualitasnya oleh supervisor.
Ansor Silver memiliki 28 outlet yang tersebar di Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Jakarta, Bali, dan Magelang. Adapun showroom utama terletak di JI. Tegal Gendu, Yogyakarta. Bangunan showroom tersebut bergaya Jawa tradisional (lengkap dengan pendopo) dan didekorasi dengan barang-barang antik sehingga memberikan atmosfir yang khas. Selain Ansor sepanjang jalan Kota Gede juga banyak pengrajin perak bahkan ada paket untu belajar menjadi pengrajin perak seperti yang digagas oleh Studio 76.
Sejak tahun 70-an, kerajinan perak produksi Kota Gede telah diminati wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah tangga ataupun aksesoris penghias. Lokasi perajin perak di Kota Gede tersebar merata, mulai dari Pasar Kota Gede sampai Masjid Agung. Saat ini sekitar 60 toko yang menawarkan berbagai produk kerajinan perak.
Sedikitnya ada empat jenis tipe produk yang dijual, yakni filigri (teksturnya berlubang-lubang), tatak ukir (teskturnya menonjol), casting (dibuat dari cetakan), dan jenis handmade (lebih banyak ketelitian tangan, seperti cincin dan kalung). Secara umum hasil kerajinan perak di kota ini terbagi dalam 4 jenis, yaitu aneka perhiasan (kalung, gelang, cincin, anting), miniatur seperti kapal dan candi, dekorasi atau hiasan dinding dan aneka kerajinan lainnya.
Bahan baku kerajinan perak Kota Gede ada 2 yaitu lembaran perak yang biasa disebut Gilapan dan benang-benang perak yang biasanya disebut Trap atau Filigran. Dalam setiap proses pembuatannya, ternyata tidak sepenuhnya berbahan dasar perak murni melainkan ada pencampuran dengan tembaga. Seratus persen perak dicampur dengan tembaga 7,5%. Sebab kalau perak murni terlalu lembek dan kurang kuat untuk dijadikan barang kerajinan, oleh karenanya dicampur tembaga sebagai pengerasnya.
Dan hasil Gilapan berbentuk lembaran ataupun batangan perak itu dipukul-pukul dengan alat tertentu seperti palu yang kemudian menjadi lembaran-lembaran gepeng. Setelah itu dibentuk sesuai dengan disain yang telah dibuat seperti teko, gelas, piring, sendok dan lainnya.
Sedangkan untuk mendapatkan bentuk benang perang atau Trap, awalnya batangan perak dipukul-pukul hingga tipis dan memanjang, kemudian diurut menggunakan urutan dan tang jumput sehingga membentuk benang-benang perak dengan menggunakan pemintal. Benang-benang perak tersebut ditempatkan di sebuah kertas menurut gambar yang sudah didisain. Supaya menempel, ditaburi bubuk patri perak yang selanjutnya dipanaskan menggunakan semprotan api, lalu direbus menggunakan air tawas supaya bekas hitam akibat semprotan api menjadi putih kembali.
Hasilnya sungguh luar biasa, ada yang berbentuk kalung, anting, dan bros seharga mulai dari Rp 20.000 hingga miniatur kapal layar, perlengkapan makan, dan miniatur Candi Borobudur yang kesemuanya bisa mencapai harga hingga Rp 30 juta.
Kerajinan perak Kota Gede hingga kini tetap diminati oleh wisatawan lokal dan mancanegara yang datang baik secara perorangan, kelompok kecil maupun rombongan.